Children of the Nation in the Valley of Struggle: A Poetry Collection by Leni Marlina (PPIPM-Indonesia, Satu Pena West Sumatra, ACC SHILA) I suaraanaknegerinews.com
“Children of the Nation in the Valley of Struggle”: A Poetry Collection by Leni Marlina (PPIPM-Indonesia, Satu Pena West Sumatra, ACC SHILA)
Source:
https://suaraanaknegerinews.com/children-of-the-nation-in-the-valley-of-struggle-a-poetry-collection-by-leni-marlina-ppipm-indonesia-satu-pena-west-sumatra-acc-shila/
“Children of the Nation in the Valley of Struggle”:
A Poetry Collection by Leni Marlina (PPIPM-Indonesia, Satu Pena West Sumatra, ACC SHILA)

/1/
Children of the Nation in the Valley of Struggle
Poem by Leni Marlina
Beneath a sky torn asunder,
we are but specks of dust,
swallowed by rain forced to pause.
The peaks of Jayawijaya whisper to us
in the forgotten tongue of magma,
its echoes entwined with unseen fate.
We, children born of gold’s fiery depths,
run barefoot,
tread soil riddled with scars,
playing with shadows beyond reach.
We are fragments of flame,
building homes of clay,
shaping futures with hands still sullied by mining’s mire,
etching unseen imprints,
like rain that comes and vanishes unannounced.
Now, we rise,
reclaim and fight for what is ours,
once stolen by force.
Jakarta, Indonesia, 2004
/2/
In a Land That Never Sleeps
Poem by Leni Marlina
Take us to the land that knows no rest,
to shores defying time,
where sea and sky clash endlessly.
Amid Sumatra’s forests, Kalimantan’s woods,
Java’s greenery, Sulawesi’s wilds,
Papua’s hidden groves,
all the forests of the archipelago,
burn with rage,
forgotten valleys shrouded in silence.
We run, tearing through time’s relentless tide,
walk on feet that know no fatigue,
though our bodies crack and crumble
like broken earth.
We are children carving history with sweat,
blood as red as the soil beneath us,
laced with fragile stones.
In this sleepless land,
we dream of soaring free,
through skies thick with dust and wind,
braving heat and cold,
to claim dignity for this generation and the next.
Jakarta, Indonesia, 2004
/3/
Twilight in the Hometown
Poem by Leni Marlina
Beneath the lingering twilight,
we are shadows forgotten,
swallowed by the ripples of a ceaseless river.
The homeland whispers of a bygone past,
spilling silent longing that knows no bounds.
Here, where grass scents the earth,
we remember a mother’s tireless hands,
weaving dreams from threads of resistance.
We are the nation’s children glowing softly,
even if merely forgotten light.
Like twilight, we fade and return,
filling the void left behind.
Yet, we refuse to bow to empty words,
reject the arrogance of deceit.
We shall never steal even a fragment of twilight,
for we guard its honesty and beauty in memory.
Jakarta, Indonesia, 2004
/4/
Our Ancestors: Sailors and Heroes
Poem by Leni Marlina
Upon tireless seas,
we are like fish against the current,
hiding behind waves swallowing the sky.
Sulawesi and Maluku,
lands sinking in the dust of history,
speak to us through the mournful songs of the ocean.
We, children afloat on narrow waters,
draw breath from the gaps of life.
We know each droplet here is freedom,
hard-won against the storm of colonization.
We are footprints washed away by waves,
but take no mistake—
we endure,
spirits unyielding.
Our ancestors were not just sailors,
but warriors,
and this life we’ll fight to preserve.
Jakarta, Indonesia, 2004
/5/
Children of the Nation, Bearers of Dreams
Poem by Leni Marlina
We are dreamers soaring
between islands adrift.
Bali’s heat scorches our skin,
yet gifts us wings of stone.
We are fire, fearless of fading.
We stride on shifting sands,
unchanging as destiny’s flow.
Born of resilient soil,
we sow seeds of hope unyielding,
even as storms strive to uproot.
Jakarta, Indonesia, 2004
————-------------------------------------------------------------------------------
Brief Biography
https://englishliterature.fbs.unp.ac.id/lecturers/lm-2266/
This poetry collection was initially written by Leni Marlina in 2004. It was revised 21 years later and published digitally in 2025.
Leni is an active member of the Indonesian Writers Association (SATU PENA), West Sumatra branch, since its inception in 2022. She is also an active member of the International Poetry and Literary Writers’ Community (ACC) in Shanghai and serves as Indonesia’s Poetry Ambassador for the ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni has previously been involved with Victoria’s Writers Association in Australia. Since 2006, she has dedicated herself as a lecturer at the English Language and Literature Study Program, Faculty of Language and Arts, Universitas Negeri Padang.
Leni has also founded and led digital communities and initiatives focusing on language, literature, literacy, and social issues, including:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)
==============================================
“Anak Negeri di Lembah Perjuangan”: Kumpulan Puisi Leni Marlina (PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar)
Source: https://suaraanaknegerinews.com/anak-negeri-di-lembah-perjuangan-kumpulan-puisi-leni-marlina-ppipm-indonesia-satu-pena-sumbar/

/1/
Anak Negeri di Lembah Perjuangan
Puisi: Leni Marlina
Di bawah langit yang seolah terbelah,
kami bagaikan titik-titik debu
yang terhisap oleh hujan yang terpaksa berhenti.
Puncak gunung Jayawijaya berbicara pada kami
dalam bahasa magma yang terlupakan,
suaranya bersahutan dengan takdir yang tak kasat mata.
Kami, anak-anak yang lahir dari bara tambang emas,
berlari dengan kaki telanjang,
melangkah di atas tanah yang berlobang,
bermain dengan bayangan yang tak bisa dijangkau.
Kami seolah menjadi serpihan api
yang mendirikan rumah-rumah dari tanah liat,
mempersiapkan masa depan depan dengan tangan yang masih kotor di lumpur tambang,
mencetak jejak tak kasat mata,
seperti hujan yang tiba-tiba datang dan pergi begitu saja.
Kami sekarang bangkit,
perjuangkan dan rebut kembali apa yang menjadi hak milik kami,
yang sempat mereka ambil paksa.
Jakarta, 2004
/2/
Di Tanah yang Tak Pernah Tidur
Puisi : Leni Marlina
Bawa kami ke tanah yang tak pernah tidur,
ke pantai yang melawan waktu,
di mana laut dan langit berperang di setiap detiknya,
di antara hutan Sumatra, hutan Kalimantan,
hutan Jawa,
hutan Sulawesi,
hutan Papua,
semua hutan di nusantara,
yang terbakar oleh kemarahan
dan lembah-lembah yang terlupakan.
Kami berlari, menerjang zaman yang seolah menghayutkan diri ,
kami berjalan dengan kaki yang tidak mengenal lelah,
meski tubuh kami ini bagaikan tanah yang pecah dan berserakan.
Kami adalah anak-anak yang menulis sejarah dengan keringat,
dengan darah yang berwarna seperti tanah
yang dilapisi oleh kerikil yang rapuh.
Di tanah yang tak tidur,
kami mimpikan terbang bebas,
melintasi langit yang penuh debu dan angin,
melewati cuaca panas dan dingin,
mencapai apa yang kami ingin,
untuk martabat anak bangsa sekarang dan di masa depan.
Jakarta, 2004
/3/
Senja di Kampung Halaman
Puisi: Leni Marlina
Di balik senja yang tersisa,
kami bagaikan bayangan yang dilupakan,
tertelan oleh riak sungai yang terus bergulir.
Kampung halaman berbisik tentang masa lalu yang terlupakan,
menghantarkan rasa rindu yang tumpah tanpa suara.
Di sini, di tanah yang dipenuhi wangi rerumputan,
kami mengenang tangan ibu yang tak pernah letih
menenun kain impian,
dari benang-benang perlawanan.
Kami adalah anak-anak negeri yang bercahaya
meski kami hanya cahaya yang terlupakan,
karena kami, seperti senja, selalu menghilang
dan kembali lagi,
mengisi ruang yang masih kosong,
tapi kami anak negeri yang tak mau tunduk terhadap omong kosong,
tak mau tuntuk kepada mereka yang sombong dan bohong,
tak kan mau mencuri senja meskipun sepotong,
kami kan selalu mengamakan senja yang jujur dan indah dalam ingatan.
Jakarta, 2004
/4/
Nenek Moyang Kami Pelaut dan Pahlawan
Puisi: Leni Marlina
Di laut yang tak mengenal lelah,
kami bagaikan ikan-ikan yang melawan arus,
bersembunyi di balik ombak yang seolah menelan langit.
Sulawesi dan Maluku saat itu bagai tanah yang tenggelam dalam debu sejarah,
berbisik pada kami dengan suara laut yang melantunkan lagu sedih dan juga lagu perjuangan.
Kami, anak-anak yang mengapung di atas air,
mengambil napas dari ruang yang sempit.
Kami tahu, setiap tetes air di sini adalah kebebasan yang didapatkan setelah bertarung melawan badai penjajahan.
Kami bagaikan jejak yang hilang di antara ombak,
di balik hempasan gelombang,
tapi jangan salah kira,
kami terus belajar untuk bertahan,
semangat kami kami takkan surut,
kami tahu pasti nenek moyang kami tak hanya pelaut,
tapi juga para pahlawan,
maka kehidupan ini akan kami perjuangkan.
Jakarta, 2004
/5/
Anak Negeri, Penerus Cita-Cita
Puisi: Leni Marlina
Kami adalah para pemimpi
yang terbang di antara pulau-pulau yang terpisah.
Bali, dengan panas yang membakar kulit kami,
memberi kami sayap yang terbuat dari batu.
Kami adalah api yang membakar
tanpa takut akan padam.
Kami berjalan di atas pasir yang berubah
seperti takdir yang tak pernah tetap.
Kami adalah anak-anak yang lahir
dari tanah yang melawan angin,
menanam benih-benih impian yang tak akan layu,
meski badai menghempaskan.
Jakarta, 2004
/6/
Jejak Kaki di Bukit Barisan
Puisi: Leni Marlina
Kami bagaikan jejak yang terkubur di tanah,
menguji batas alam yang terbentang.
Bukit Barisan, dengan napasnya yang tertahan,
berkata pada kami bahwa tidak ada yang lebih berani
selain melawan tirani sampai ke ujung.
Kami berjalan di atas tanah yang rapuh,
membawa beban yang lebih berat dari batu,
dan melangkah dengan kaki yang dipenuhi debu.
Kami, anak-anak yang lahir dari waktu yang tak benar-benar pulih,
menjadi batu yang dibentuk oleh air,
berkata pada dunia bahwa kami tetap kuat berdiri.
Jakarta, 2004
/7/
Anak Negeri di Tengah Kota
Puisi: Leni Marlina
Kota ini adalah labirin,
dengan jalan-jalan yang berkelok seperti arus darah.
Kami, anak negeri yang terpisah oleh dinding,
berjalan di atas beton yang membara,
melawan angin yang tak mengerti kata lelah.
Jakarta, tempat di mana setiap langkah adalah suara
yang bersaing dengan gemuruh mesin.
Kami adalah suara yang tercecer,
mencari makna di antara tumpukan harapan yang hilang.
Kami tahu, tanah ini adalah milik kami,
meski kami berjalan tanpa bayangan,
karena kami, anak-anak negeri ini,
tak akan berhenti mencari tempat kami di dunia ini.
Jakarta, 2004
/8/
Di Pagi yang Penuh Harapan
Puisi: Leni Marlina
Pagi di sini adalah darah yang mengalir
di antara lembah-lembah yang terlupakan.
Bromo, dengan asapmu yang membumbung tinggi,
menghantarkan kami ke dunia yang lain,
di mana harapan adalah api yang tidak boleh padam.
Kami, anak-anak yang dilahirkan dari tanah ini,
terus mencari keajaiban dalam tiap hembusan angin.
Kami berjalan dengan kaki yang dipenuhi kabut,
berharap bahwa langit tak lagi menjadi musuh,
karena di bawah kaki kami,
kami tahu kami akan menemukan dunia yang baru.
Jakarta, 2004
/9/
Dalam Diam Dunia, Kami Berbicara
Puisi: Leni Marlina
Di dalam diam dunia,
kami menyimpan kata-kata, berbicara kepada retakan bumi.
Kami berbicara lewat luka yang tak bisa dilihat,
melalui langit yang selalu berubah.
Kalimantan, tanah yang berbisik tentang hutan
yang terus merangkak maju,
seperti kami yang berlari tanpa arah.
Kami adalah suara yang terdalam,
tertanam di dalam tanah yang tidak pernah berhenti bernafas.
Kami berbicara melalui setiap detik yang hilang,
dengan harapan yang tidak akan pernah berkurang.
Dalam diam dunia,
tentang hilangnya sepetak demi sepetak hutan rimba, kami akan terus bersuara.
Jakarta, 2004
/10/
Rindu dan Perjuangan
Puisi: Leni Marlina
Kami bagaikan rindu yang terhempas oleh waktu,
terbawa oleh angin yang tak tahu arah.
Kami adalah perjuangan yang tidak terlihat,
seperti butiran pasir di Pantai Padang yang terhempas.
Rindu di sini bagai api yang membakar batu,
kami tahu, di balik lautan,
ada tanah yang menunggu.
Kami adalah anak-anak yang terus melangkah,
menemukan arti hidup dalam butiran pasir
yang terperangkap di kaki kami,
karena kami tahu,
kami adalah anak negeri yang tak pernah menyerah,
meski dunia menguji kami.
Padang, Sumbar, 2013
——--------------------------------------------------------------------------------------------
Informasi Singkat
Kumpulan puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina tahun 2004. Puisi tersebut direvisi kembali 21 tahun kemudian serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2025.
Leni juga merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak berdiri tahun 2022. Selain itu, ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni pernah terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga mendirikan dan memimpin komunitas digital/ kegiatan lainnya yang berfokus pada bahasa, sastra, literasi, dan sosial, di antaranya:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)
Komentar
Posting Komentar